Friday, July 17, 2009

Desa Percontohan di Halimun

Masyarakat sunda mungkin sudah sering mendengar keberadaan desa ini. Desa yang terletak di lereng gunung Halimun, Jawa Barat dan berusia kurang lebih 600 thn ini memang mengisahkan banyak cerita misteri. Dipercaya sebagai salah satu turunan Prabu Siliwangi yang menghilang dalam pelarian melawan tentara Belanda, masyarakat Kampung Ciptarasa menyebut diri sebagai kaum Kasepuhan Pancer Pangawinan yang dalam bahasa indonesia berarti Barisan Tombak (Pasukan khusus bersenjata tombak Kerajaan Sunda).

Untuk mencapai desa ini sebenarnya cukup melelahkan dan menegangkan. Dua jam perjalanan bus melalui jalan yang berkelok-kelok dari kota Sukabumi ke Cisolok-Pelabuhan ratu, tidaklah seberapa dibandingkan dengan perjalanan melewati lereng gunung menggunakan ojek yang memakan waktu 2 jam. Maklum jalan yang ada belum bisa dilalui mobil. Jalan terjal berbatu ini memang menyuguhkan pemandangan yang indah sepanjang jalan dan beberapa bagian jalan sempit tepi jurang juga membuat perjalanan ini sungguh tidak membosankan dan sedikit menegangkan. Jika ditempuh dengan berjalan kaki akan memakan waktu sekitar 6 jam.


Dibandingkan dengan desa-desa adat lainnya, desa Cipta gelar memang lebih modern dan tidak terisolasi terhadap dunia luar. Desa mandiri, masyarakat makmur dan sejahtera membuat desa ini pantas dijadikan sebagai desa percontohan. Televisi berukuran 18 inch dipasang dari sore hingga jam 8 malam bagi masyarakat di Imah Gede (Rumah Besar berfungsi sebagai rumah utama). Generator sebagai pembangkit listrik tersedia gratis untuk masyarakat desa. Dari segi pendidikan desa ini juga jauh lebih maju dibanding desa adat lainnya, dengan adanya sekolah dasar yang menurut orang setempat merupakan sumbangsih dari kerajaan inggris yang pembangunannya dikomandai oleh Sang Duchess of York sendiri yaitu Sarah Ferguson. Meskipun demikian
masyarakat kasepuhan ini hidup dan bertingkah-laku sesuai dengan aturan adat lama.

Sang Pemimpin Panutan
Sebagai kepala adat, Abah Anom adalah sosok pemimpin yang berwibawa, tegas dan bijaksana. Suri teladan bagi rakyatnya. Memimpin sejak berusia 15 tahun, j
abatan Abah Anom (bhs indonesia = abah muda) merupakan struktur tertinggi dalam pemerintahan Adat Banten Kidul yang dibantu oleh Baris Kolot (Tetua) dan para jaro (lurah/kepala desa). Disegani tidak ditakuti, didengar karena mendengar, Dilihat karena Melihat. Perintahnya akan diikuti oleh rakyatnya. Dilaksanakan bukan karena takut hukuman tapi sebagai perintah dari sang panutan. Sungguh kharisma yang luar biasa.

Rumah Panggung beratapkan Sirap.

Setiap tamu yang datang disambut hangat di rumah utama oleh Abah Anom dan Ambu di Imah Gede ( Rumah Besar ). Keramahan dan ketulusan yang tidak dibuat-buat membuat setiap orang kerasan untuk berada di desa ini. Seperti pada rumah2 ciri khas adat lainnya, atap rumah dibuat dari ijuk yang konon masyarakat disana ditabukan membuat atap dari tanah dan berdinding tanah. Alasannya jika kita masih hidup diatas tanah pantang untuk hidup dibawah tanah. Ada apakah dibalik filosofi ini...?? ada yang tau ??

Perpindahan Desa.
Keharusan berpindahnya setiap periode sesuai dengan wangsit memang menciptakan kisah mistis yang menarik. Pada pelaksanaannya rakyat Abah anom akan memindahkan rumah Abah Anom dan Baris Kolot beserta isinya menuju lokasi baru. Jalan dan desa baru akan dibuat secara bergotong royong oleh masyarakat adat. Mari kita coba rasionalkan saja, mungkin ketika desa sudah cukup padat penduduknya, dan keseimbangan antara kepadatan desa dan alam sekitar telah mencapai batas, maka sudah waktunya untuk membuka desa baru bagi kesejahteraan rakyatnya.

Timbul pemikiran bagaimana jika hal ini kita terapkan hal ini untuk mengatasi masalah kependudukan negara kita. Indonesia dengan jumlah penduduk 240 jt jiwa ( peringkat 5 dunia) dan sebanyak 130 jt menduduki di pulau Jawa menunjukkan bahwa adanya pendistribusian dan penyebaran penduduk yang tidak merata. Fakta bahwa penduduk lebih suka tinggal disekitar pusat pemerintahan dengan harapan akan lebih diperhatikan kesejahteraannya, membuat populasi kota semakin padat.
Bagaimana kalau kita coba juga dengan memindahkan pusat pemerintahan misalnya 10 tahun sekali seperti yang dilakukan Abah dan Ambu sebagai kepala pemerintahan desa. Terbayang sulit dan repotnya pemindahan suatu ibukota negara, tetapi cukup layak dicoba.
Bayangkan jika ibukota negara dipindahkan ke Papua, dengan semua aktivitas perekonomian dan pemerintahan terpusatkan di Papua, akankah daerah ini masih menjadi daerah yang terbelakang ??. Dan 10 tahun kemudian dipindahkan ke daerah lain yang belum maju pertumbuhannya. Lagipula cukup adil bukan jika semua daerah pernah merasakan menjadi ibukota negara, dikunjungi dan menjadi pusat perhatian di mata dunia.


Padi dan Beras.
Masyarakat adat "dilarang untuk menggiling padi dan menjual Beras".
Apakah filosofi yang terkandung dibalik larangan ini??.
Kalo kita pikir kembali memang padi yang digiling akan menghasilkan beras yang lebih bersih dibandingkan dengan ditumbuk, itu berarti berkurangnya kandungan serat yang berasal dari kulit gabah dan vitaminnya.

Jika lapar dan haus, jangan harap dapat menemukan warung nasi di wilayah desa ini. Berkunjunglah ke Imah Gede. Walaupun sederhana, nasi dan lauk tersedia bagi siapapun yang datang kesana. Sempat kutanyakan pada ambu perihal larangan menjual beras, dan jawabannya pamali jika menjual beras yang menjadi makanan pokok. ....jadi teringat akan negara ini yang merupakan negara agraris pengimpor beras. ("hemm ?????? "). Negara kita sebagai pengeksport beras ke negara2 tetangga beberapa tahun ke belakang mengalami sendiri kekurangan cadangan beras yang mengharuskan kita kembali mengimpor beras dari negara lain.


Sebuah Epic Monolog
Mencoba untuk melihat lebih dalam. Sebenarnya apa sih yang membuat desa kecil ini begitu mandiri, aman, tentram dan sejahtera. Sebuah tatanan hidup dan pemerintahan yang patut dicontoh bagi kita. Adanya korelasi antara pemimpin yang kharismatik dengan rakyat yang taat dan dapat diatur. "Pemimpin yang hebat menciptakan masyarakat yang hebat?" atau "Masyarakat yang hebat menciptakan Pemimpin yang hebat ?".
Bercermin pada hal ini membuat saya sedikit bertanya2 pada diri sendiri. Apa yang saya tau tentang pemimpin negara ini? taat dan patuhkah saya pada perintah pemimpin bengsa? Pedulikah saya pada nasib bangsa ? Apa yang telah saya berikan untuk negara ini?....kayaknya saya memang bukan warga negara yang baik. Seribu satu alasan langsung bermunculan di pikiran saya. Dan itu memang sudah cukup untuk menjadi alasan mengapa saya menarik diri dan mengambil sikap tidak peduli terhadap nasib negara ini. hemm... sebuah pemikiran yang salah. Menelaah semua ini. Akankah suatu kondisi dan situasi yang buruk dijadikan alasan bagi saya untuk menyerah kalah terhadap suatu kemajuan. Jika seluruh rakyat seperti saya, mungkin tidak akan lama negara ini mencapai titik hancur. Gerutuan dan cemoohan yang biasanya saya berikan untuk negara ini tidak akan dapat merubah apapun menjadi lebih baik. Orang jatuh tertimpa tangga dan kesakitan tapi tidak mau berusaha bangun dan memindahkan tangga. Itulah saya....Sungguh suatu tindakan bodoh.

"Jangan kau tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang telah kau berikan bagi negara"
Jhon F. Kennedy.

Question of the day : apa yang sudah kamu berikan bagi negara dan bangsa ini ?